OM SRI SAIRAM

OM SRI SAIRAM........

Senin, 06 Desember 2010

Balinisasi, tonggak awal kehancuran kedua Hindu Nusantara


Pada awal kemerdekaan, Kementrian Agama RI masih menganggap penganut Hindu sebagai kaum pemuja berhala dan pengikut sistem keyakinan primitif. Masyarakat Hindu masih berdiri sendiri tanpa ada wadah yang menaunginya. Sangat berbeda dengan Islam dan Kristen yang pada saat itu sistem organisasi keagamaannya sudah sangat mapan. Sehingga tidaklah mengherankan jika pada awal-awal kemerdekaan, Hindu di bumi Nusantara seperti hilang ditelan bumi. Satu-satunya pengaruh Hindu yang masih kelihatan menyala redup hanyalah di pulau Bali. Hindu di Bali beruntung karena diselamatkan oleh sistem banjar, desa pekraman, dadia dan berbagai organisasi-organisasi tradisional kecil lainnya.
Disaat keberadaan agama leluhur Nusantara ini tidak diakui oleh Negara dan adanya usaha pemberhangusan oleh sekelompok oknum, beruntunglah masih ada segelintir tokoh-tokoh yang dengan gigihnya memperjuangkan agar sistem kepercayaan sebagaimana yang berkembang di Bali dapat diakui keberadaannya oleh Negara. I Gusti Bagus Sugriwa merupakan salah satu cendikiawan Bali yang dengan getolnya berjuang ke tingkat pusat pada saat itu. Akhirnya pada tanggal 29 Juli 1958, lima orang wakil berbagai organisasi Hindu yakni Ida Pedanda Kemenuh, I Gusti Ananda Kusuma, Ida Bagus Dosther, Ida Bagus Wayan Gede, dan I Ketut Kandia serta didampingi oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bali I Gusti Putu Merta menghadap presiden RI, Ir. Sukarno di Istana Tampaksiring. Atas kebijakan presiden, Kementrian Agama akhirnya mengakui keberadaan sistem kepercayaan yang ada di Bali dengan menyebutnya sebagai agama Hindu Bali.
Meskipun secara nasional Hindu di Bali sudah diakui, ternyata akibat perubahan susunan pemerintahan kerajaan ke demokrasi menyebabkan sistem keagamaan di Bali menjadi carut marut. Hal ini diakibatkan oleh sistem pengaturan keagamaan yang sebelumnya dipegang secara penuh oleh kerajaan. Sementara itu paska kemerdekaan, peran kerajaan sangat dibatasi dan raja sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa lagi. Ketiadaan payung yang jelas, mengakibatkan satu desa pekraman dengan desa pekraman yang lainnya sama sekali tidak terkoordinasi dan efeknya, praktik-praktik keagamaan yang dilakukan juga kelihatan tidak bersesuaian.

 
Berawal dari gagasan Ida bagus Puniatmadja dan Ida Bagus Mantra waktu mereka sama-sama kuliah di India, dan berkat kerja keras para cendekiawan dan sulinggih selama 3 hari (21-23 Februari 1959) dalam mengadakan paruman, akhirnya mereka berhasil membentuk Parisada Hindu Dharma Bali (PHDB) yang diharapkan bisa menaungi sistem keagamaan Hindu di seluruh Bali. Piagam Parisada kala itu disepakati oleh 11 sulinggih dan 22 walaka. Lahirnya Parisada Hindu Dharma Bali berhasil melonggarkan sekat-sekat pemisah yang sangat kental antara satu daerah dengan daerah lainnya di Bali. Semua masyarakat Hindu Bali dapat berbaur dalam satu visi dibawah organisasi yang baru ini.
Setelah berselang beberapa lama, akhirnya para tokoh-tokoh Hindu menyadari bahwa di Indonesia agama Hindu tidak hanya ada di Bali, tetapi menyebar di berbagai daerah dengan keanekaragaman buadaya dan adat-istiadatnya. Karena itulah pada Mahasabha ke V yang berlangsung tanggal 24 sampai dengan 27 Februari 1986, Parisada Hindu Dharma Bali berubah nama menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Dengan demikian mulai saat itu organisasi Hindu yang awalnya hanya bertujuan menaungi Hindu Bali tumbuh menjadi organisasi berskala nasional. Akibatnya, di berbagai daerah di Indonesia mulai banyak tumbuh bermunculan kelompok-kelompok masyarakat yang mengklaim diri mereka secara resmi sebagai Hindu. Bahkan di daerah Solo dan Klaten, muncul tokoh Jawa yang terang-terangan memasang pengumuman yang berisi ”lowongan” masuk Hindu. Lowongan ini ternyata mendapat sambutan yang sangat antusias dari masyarakat setempat kala itu, sehingga jumlah pengikut Hindu membludak bak jamur yang tumbuh di musim hujan.
Didorong oleh keharusan memeluk salah satu dari lima agama yang diakui negara, selain di Jawa, masyarakat Dayak di Kalimantan, sekelompok suku Batak di Sumatra Utara, para etnis Tamil, sekelompok masyarakat di Maluku dan di berbagai wilayah lainnya mendeklarasikan dirinya sebagai Hindu. Pilihan mengakui diri sebagai Hindu mereka ambil karena menurut mereka ajaran Hindu sanggup mewadahi dasar-dasar kepercayaan turun-temurun yang mereka anut. Ambilah contohnya kalangan suku Dayak yang sangat getol dengan tradisi pemujaan leluhurnya. Jika mereka mengklaim diri sebagai Islam, maka mereka harus menghapuskan tradisi pemujaan leluhur karena mungkin dianggap syirik. Jika mereka masuk Kristen atau Katolik, maka mereka harus menghilangkan keyakinan mereka akan reinkarnasi yang notabena tidak diimani dalam kedua agama ini. Sehingga kala itu yang paling dekat dengan sistem kepercayaan yang mereka anut hanyalah Hindu.
Dalam perkembangannya, ternyata Hindu dari etnis Bali-lah yang lebih memegang kendali. Parisada Hindu Dharma Indonesia dan perwakilan Hindu di Departemen Agama ternyata selalu didominasi oleh umat Hindu etnis Bali. Orang-orang Bali-pun berdiaspora dengan cepat ke berbagai daerah di Nusantara. Mereka umumnya sukses menjadi tokoh-tokoh panutan bagi umat Hindu etnis non-Bali karena mereka dianggap lebih mampu dalam pemahaman agama. Sayangnya posisi stategis seperti ini oleh sebagian oknum tidak disikapi dengan bijak. Merek lupa akan ketetapan-ketetapan Mahasabha ke-5 Parisada dalam merangkul Hindu yang plural di Nusantara. Sangat jarang umat Hindu Bali yang peka terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka sering kali mengidentikkan Hindu sebagai Bali, sehingga mereka sering kali berusaha melakukan Balinisasi terhadap Hindu. Mereka membuat bangunan tempat suci ala Bali di luar Bali tanpa memandang tradisi dan budaya setempat. Mereka mengimport bebantenan, tata upacara, para sulinggih dan segala kebudayaan Bali. Akibatnya, para penganut Hindu setempat menjadi asing di daerahnya sendiri. Mereka seolah-olah secara soft dipaksa meninggalkan budaya dan tradisi leluhurnya dan menjadikan Hindu Bali sebagai standar Hindu Nasional yang harus diikuti.
Sebagaimana terjadi di Palangkaraya, disana terdapat sebuah bangunan pura ala Bali yang sangat megah. Pura tersebut dibangun oleh beberapa perantau Hindu Bali yang bekerja baik di bagian birokrat maupun swasta. Disana juga bermukim orang-orang Hindu etnis Dayak yang tentu saja tidak kalah banyaknya dengan Hindu Bali. Dikala kegiatan persembahyangan purnama-tilem dan kegiatan keagamaan lainnya, para Hindu Dayak sering kali “dipaksa” datang ke Pura dengan berbagai atribut kebaliannya. Sementara saat masyarakat Hindu Dayak melakukan upacara keagamaan sesuai tradisi leluhur mereka, sangat jarang umat Hindu Bali yang mau ikut berpartisipasi dan melebur diri dalam tradisi mereka. Hal ini sudah pasti menimbulkan kecemburuan sosial dimana para penganut Hindu suku Dayak ini merasa terpinggirkan dan tidak dihargai.
Gencarnya Balinisasi juga diakibatkan oleh kurikulum pendidikan agama Hindu di Indonesia yang didominasi oleh ajaran-ajaran yang berbau kebali-balian. Tentu saja hal ini terjadi karena tokoh-tokoh penyusun kurikulumnya didominasi oleh orang Bali. Disamping itu, akibat minimnya sumber daya manusia non-Bali, dengan sangat terpaksa tenaga-tenaga pengajar agama Hindu di luar Bali lagi-lagi harus diimport dari Bali. Sehingga jika para tenaga pengajar ini tidak aware terhadap tradisi budaya lokal setempat, mereka bisa jadi akan menjadi agen pembinasahan local genius yang ada.
Ternyata baik secara langsung maupun tidak langsung, proses derasnya Balinisasi ini mengakibatkan surutnya pemeluk Hindu etnis non-Bali. Sebagaimana yang terjadi pada beberapa penganut Hindu suku Dayak. Banyak di antara mereka pada akhirnya eksodus meninggalkan Hindu dan memilih masuk agama lain. Dari beberapa sumber lisan, banyak Hindu Dayak yang akhirnya masuk agama Katolik. Kenapa mereka memilih masuk Katolik kalaupun dasar keyakinan leluhur mereka lebih dekat dengan Hindu? Setidaknya dari hasil diskusi saya dengan seorang teman, ternyata jawabannya bukan pada masalah keyakinan, tetapi masalah penghargaan terhadap tradisi budaya lokal mereka. Mereka merasa lebih nyaman dan dihargai oleh para misionaris Katolik. Para misonaris bersedia merangkul mereka secara utuh tanpa harus memberhanguskan kepercayaan asli. Mereka hanya diarahkan untuk meyakini Yesus sebagai Tuhan juru selamat dan mensintesiskannya kedalam sistem keyakinan yang sudah ada. Sehingga meskipun secara de yure agama mereka berubah, namun secara de fakto mereka seolah-olah tidak terusik.
Kesuksesan para misionaris Katolik dalam melakukan konversi di beberapa daerah yang lain seperti di Jawa dan beberapa tempat di Bali juga ternyata menggunakan “senjata” yang sama. Umat Katolik di Jawa sangat identik dengan prosesi adat Jawa, sendang (mata air) yang dianggap suci, gua yang diidentikkan dengan gua maria dan mereka juga mengadopsi sangat banyak ritual-ritual yang pada dasarnya merupakan turunan dari ritual Hindu. Di Bali, para misionaris melakukan kamuflase dengan membuat bangunan Gereja yang tidak ubahnya dengan Pura umat Hindu Bali. Bedanya, mereka hanya meletakkan tanda salib di pura tersebut dan menyebut Tuhan mereka sebagai Sang Hyang Yesus sebagai pengganti Sang Hyang Widhi. Banten dan beberapa upacara dasar juga mash tetap mereka gunakan.
Apa yang dapat kita petik sebagai pelajaran dari kejadian ini? Tidak ubahnya seperti hukum Newton pertama, manusia juga cenderung memiliki efek lembam. Yaitu efek yang cenderung mempertahankan kondisi awalnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika kita berusaha melakukan perubahan terhadap sesuatu termasuk diri sendiri, akan terjadi pertentangan dan perlawanan yang hebat meskipun perubahan yang kita lakukan ke arah yang benar dan lebih baik. Itulah sebabnya perubahan yang cepat (revolusi) selalu diwarnai oleh kondisi chaos dalam masyarakat. Namun sangat berbeda halnya jika perubahan ini dilakukan sedikit demi sedikit dalam waktu yang lama (evolusi). Meski harus memakan waktu, namun perubahan yang terjadi tidak akan menimbulkan konflik yang berarti dan menghasilkan output yang permanen. Para misionaris Katolik sangat memahami hal ini sehingga mereka tidak berusaha melakukan revolusi, tetapi melakukan evolusi dalam menginjeksikan ajarannya. Pada generasi pertama suatu masyarakat menjadi pengikut Katolik, mungkin mereka hanya Katolik di KTP saja, tetapi lambat laun melalui proses pembelajaran secara bertahap ke generasi berikutnya, pada akhirnya akan dihasilkan pemeluk Katolik yang benar-benar taat pada ajaran agamanya.
Orang Hindu-pun harus belajar dan mencontoh para misionaris Katolik. Apa lagi pada kenyataannya Hindu jauh lebih fleksibel dari agama-agama manapun. Hindu tidak mengajarkan penyebaran dharma dengan menonjolkan sisi kulitnya. Melainkan yang terpenting adalah substansi ajarannya. Sangat tidak bijak jika usaha penanaman ajaran Hindu harus diikuti dengan “pemaksaan” terhadap bentuk bangunan tempat suci, pakaian dan bebantenan yang notabena merupakan local genius masyarakat Bali. Karena meskipun Bali mayoritas Hindu, namun Hindu bukanlah Bali. Hindu Bali tidak bisa dijadikan standar dalam penerapan ajaran Hindu di Indonesia. Aturan ini juga berlaku pada usaha-usaha Indianisasi di Nusantara. Berbagai sampradaya Hindu yang masuk ke Indonesia baik yang langsung datang dari India maupun dari daerah lain mengalami penolakan hebat lebih dikarenakan adanya proses “revolusi kulit luar”, bukan karena substansi ajaran filsafatnya. Karena itu, sudah saatnya para “dharma defender” merubah stategi dan metode pengajarannya dengan mengesampingkan kulit dan mengedepankan substansi.
Bibliografi:


  1. nak polos says:
    Kalau disuruh memilih lebih baik balinisasi daripada indianisasi untuk hindu nusantara. Karena bali juga termasuk nusantara tentunya nilai budayanya pasti Cuma beda-beda tipis dengan daerah lain di nusantara apalagi jawa yang dulunya orang bali juga berasal dari jawa. Tapi klo bisa jangan kedua-duanya karena hindu lebih indah dan akan lebih baik dengan keberagamannya.
    Saya rasa orang bali juga tidak punya niat untuk membalikan nusantara, karena orang bali tidak mempunyai otoritas untuk melakukan itu tanpa persetujuan lingkungan sekitar yang mendukung terjadinya hal itu. Mungkin sdr ngarayana dan sdr2 lain yang mengatakan balinisasi itu kurang mengerti dan tidak memahami situasi di lapangan kenapa hal yang anda sebut balinisasi itu bisa terjadi. Anda pernah ngga melihat suatu tayangan bali tv pada acara TAKSU maaf saya lupa tanggalnya, disana ada seorang tokoh undagi yang sudah berhasil membuat pura di beberapa tempat di nusantara. Beliau membuat pura biasanya Atas permintaan penduduk suatu daerah yang membutuhkan tempat untuk persembahyangan. Diceritakan Suatu ketika beliau diminta membuat pura di suatu daerah di jawa. Nah setelah sampai di di daerah itu terlebih dahulu biasanya beliau menanyakan bagaimana ciri khas bangunan suci di daerah itu. Tapi ternyata penduduk disana sudah tidak tahu lagi bagaimana budaya asli daerahnya sendiri termasuk arsitekturnya. Hal ini membuat beliau bingung harus membuat pelinggih yang bagaimana agar sesuai dengan keadaan disana. Tapi di tengah kebingungannya penduduk disana menyarankan untuk membuat pura ala bali saja, karena untuk mempelajari serta menggali budaya aslinya membutuhkan waktu yang pasti tidak sedikit, sedangkan mereka menginginkan pura segera di bangun agar segera bisa dipakai untuk persembahyangan umat disana. Tapi walaupun dibebaskan demikian sang undagi tetap berusahaingin menampilkan arsitektur daerah itu walaupun hanya sedikit yang beliau dapatkan dari hasil observasi yang beliau lakukan di sekitar daerah itu.namun hasilnya sangat minim. Sehingga mau ngga mau secara umum arsitektur balilah yang lebih dominan dipakai setelah dikolaborasikan dengan arsitektur asli daerah itu. Dan akhirnya secara keseluruhan tampaklah pura ala bali. Setelah berdirinya pura itu lalu diupacarai juga ala bali, karena penduduk disana juga tidak mempunyai budaya/ dasar referensi yang dipakai acuan dalam membuat suatu upacara. Jadi mereka sama sekali tidak keberatan dengan apa yang dilakukan oleh orang bali, dan justru mereka berterima kasih sekarang mereka bisa bersembahyang dengan tenang di pura itu. Sampai saat ini hubungan antara penduduk dengan orang bali yang ikut memberi andil dalam pembangunan pura itu terjalin sangat erat.
    So… bagaimana jika keadaannya seperti ini????salahkah orang Bali???apakah keadaan yang seperti ini yang anda sebut Balinisasi yang dilakukan orang Bali??? Bagi yang mengatakan ini merupakan Balinisasi, apa yang sudah anda lakukan untuk membantu umat hindu di nusantara yang sudah kehilangan jati diri dan sudah tidak tau lagi harus berpedoman kemana????
    Nah lho…. harus perpedoman kemana lagi …. klo mereka sudah tidak kenal budaya asli mereka sendiri????apakah ada pilihan selain bali yang selama ini mereka anggap paling dekat dan mengayomi budaya di nusantara lebih-lebih di jawa yang sebagian besar penduduk bali memang berasal dari jawa sehingga budaya hindu jawa dan bali masih mirip walaupun tidak sama persis.
    Nah bagi yang mengatakan keadaan seperti diatas adalah balinisasi, sekarang tunjukan bahwa kamu jg sudah berbuat demi umat hindu. Jangan bisa ngomong doang tapi tidak ada usaha!! Kasian kan bagi orang-orang yang tulus membantu umat nusantara seperti undagi yang diatas tadi di bilang pelaku balinisasi. Padahal mereka tidak mempunyai pilihan lain lagi, keadaanlah yang menyebabkan seperti itu, mungkin jika anda di posisi beliau juga akan melakukan hal yang sama bukan. Tapi yang terpenting bagi saya adalah beliau sudah berbuat demi umat.
    Nah saya ada pertanyaan buat HK. Apakah HK lebih setuju indianisasi ataukah Balinisasi kalau harus memilih satu diantara dua pilihan itu????
    Sebab saya melihat jika HK itu orientasinya lebih kepada budaya india. Kenapa saya mengatakan demikian? Saya warga denpasar yang setiap malam minggu selalu menyempatkan diri refreshing ke lapangan puputan sambil cuci mata he hehe. Disana saya sering melihat ada kelompok HK sedang menari ala india, berpakaian ala india, bernyanyi ala india alat musiknyapun india. Setelah saya dekati ternyata itu sebuah pertunjukan untuk menarik perhatian pengunjung dan dipakai untuk penyebaran aliran HK. Saya melihat beberapa orang mengajak pengunjung untuk ikut menari, dan beberapa orang mencari pengunjung untuk “menghasut” pengunjung agar memilih jalan HK yang katanya tidak ribet seperti orang bali dalam hal upacara (kaya jualan produk kecap aja he he he). Saya Cuma ketawa dalam hati ketika diajak nari, klo saya di suruh nari dan memainkan alat musik kaya gitu saya rasa hari itupun saya bisa, dan sembari bertanya dalam hati klo HK disuruh nari Bali bisa g ya, klo HK disuruh megambel bali bisa g ya dalam waktu sesingkat itu?? Kayanya ngga tuh….(bukan menghina) apakah ini menandakan bahwa kebudayaan kita di bali nilainya jauh lebih tinggi dibandingin india??). seandainya benar nilai budaya bali nilainya jauh lebih tinggi lantas kenapa kita harus keindiaan2 lagi. Apakah kita mau berjalan mundur lagi?
    Dengan melihat kejadian itu dan setelah membaca artikel ini saya jadi beranggapan, HK tidak setuju balinisasi tapi lebih setuju indianisasi. Klo bener bgt saya rasa harus dibuatkan judul artikel yang baru “indianisasi tonggak awal hancurnya Bali” setuju.
  2. @ Nak Polos
    Ya… karena mungkin anda punya kepentingan material dalam Balinisasi he he he.
    Lagi-lagi Anda berpikirnya pada tataran adat dan budaya. Cobalah baca semua tanggapan secara pelan-pelan… kemudian simpulkan. Pilahlah mana adat, budaya, dan mana agama.
    Jangan takut, tidak ada yang akan memaksa Anda masuk Hare Krishna…

  3. MasSonyc says:
    @ putratrydharma :
    Adat, budaya, agama, Hal yg Berbeda. ::shakehand::
    curcoll Mode : saya Orang Hindu (dulu) mendapatkan status keagamaan Hindu, kebetulan lahir dari pasangan Ayah (hindu Bali) & Ibu (muslim kejawen yg kemudian masuk Hindu. karena ayah seorang TNI, kami pun tidak tinggal di Bali. suatu ketika dinas ayah Organik di Bali, kami pun kembali ke kampung ayah. tetapi masyarakat dengan “adat”nya menganggap Ibu saya yg “Nak Jawe” adalah tidak pantas masuk menjadi “warga Banjar adat” karena tidak bisa membuat Jenis2 Banten Bali. akhirnya setelah ayah saya Meninggal dan diaben, Posisi keluarga saya menjadi lemah sekali, selain kami tidak kaya, kami sering di cemooh dan dicibir dibanding2kan nak jawe dan nak bali. akhirnya Ibu saya tdk tahan lagi dan memutuskn Kembali ke jawa dan masuk Islam Lagi. sedangkan saya yg Bingung karena KTP harus tercantum agama, Jika Tetap Di Hindu Bali, saya akan Mengalami kesusahan sendiri.. akhirnya sayapun mengubah agama saya tetapi saya tetap menerapkan ajaran Agama Lahir saya :)
  4. @ MasSonyc
    Adat dan budaya seperti inilah yang saya maksudkan harus di pangkas. Wah, Mas ini hebat. Masih bisa bertahan dalam kesulitan seperti itu. Semoga Sri Krishna memuntun perjalanan Mas dan keluarga. Salam kenal dari saya

  5. mamodoglag says:
    Kebetulan budaya dan tradisinya orang bali tidak menyimpang dari ajaran veda.
    jadi bangga menjadi HINDU.
  6. @ Mamodoglag
    Iya budaya yang luhur mari kita pelihara dan kembangkan, sedangkan budaya picik dan “katrok” plus feodal mari kita singkirkan jauh-jauh. salam hormat

  7. and1n1 says:
    Apakah tanggapan PHDI tentang Ini???
    mohon diperhatikan untuk kepentingan bersama.
    Santi
    Om Nama Siva ya

  8. yudana says:
    @all
    Saya orang bali…. saya sedih juga mendengar cerita dari MasSonic.. Jadi orang seharusnya kita belajar memahami apa yang ada di lingkungan kita, semuanya adalah cobaan, bukan lingkungan yang belajar pada kita. Kita sepatutnya menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar kita bukannya masa bodoh dan akhirnya bentrok dengan orang lain. Tetangga saya ngambil istri orng jawa, istrinya masuk hindu sesuai suaminya. Dia belajar dan dapat menyesuaikan diri dengan tradisi hindu, mejahitan, belajar bikin canang, dan akhirnya dia malah mengerti banget tentang adat kami. Saya salut banget, ini memotivasi kami untuk lebih mendalami ajaran hindu. Orang bali itu sebenarnya lebih gampang diajak bertukar pikiran , dn lebih terbuka…..
    @ngarayana
    Saya yakin bli ngarayana adalah orang bali yang sudah menemukan keyakinan dari BG dan salah satu Hare Krisna sejati! saya juga sudah baca BG menurut aslinya, entah kenapa hati saya berontak, mgk memang tidak sesuai dengan nurani saya, tapi saya salut semuanya dijelaskan dari WEDA. Mohon bli juga mengulas tentang BHUWANA KOSA, WRASPATI TATWA, SIWAGAMA, dan lontar lontar yang dijadikan acuan bagi umat hindu di Bali… sehingga lebih memberikan gambaran tentang hindu bali. Karena saya yakin bli Ngarayana sudah mempelajari lontarlontar itu…
    semoga perdebatan tidak memecahkan hindu

  9. Kidz says:
    @yudana
    Saya sependapat dengan anda, dan masalah pembandingan kitab suci HK dengan aliran siwaism (seperti yg dijabarkan diatas), dari salah satu debat saya dengan ngarayana, beliau menyatakan posisi kitab seperti bhuvana kosa posisi nya ‘low bottom’ dimana keotentifikasiannya diragukan tidak sesuai garis perguruan yg benar dan telah mengalami distorsi dari ajaran yg sesungguhnya, itu menurut beliau, kalau saya salah menyampaikan, mohon maaf dan mohon diluruskan.
    Dan kalau teman saya putratridharma jelas menyebutkan kalau selain bhagavad gita (susu murni) adalah mayavadi (susu racun), mungkin itu sebabnya kitab2 yg selaras dgn yg anda sebutkan diatas tdk perlu dibahas, kalaupun dibahas (aspek yg diambil)digunakan untuk menunjukkann dan menguarkan eksistensi HK.
    Salam,-

  10. Kidz says:
    @yudana
    Oh ya anda tidak perlu khawatir dengan debat disini, tidak akan terjadi perpecahan disini karna debat, justru yg ada adalah penyatuan, semua umat menjadi HK, ya ga teman2??
    Salam,-
  11. @Kidz
    ===Dan kalau teman saya putratridharma jelas menyebutkan kalau selain bhagavad gita (susu murni) adalah mayavadi (susu racun), mungkin itu sebabnya kitab2 yg selaras dgn yg anda sebutkan diatas tdk perlu dibahas, kalaupun dibahas (aspek yg diambil)digunakan untuk menunjukkan dan menguatkan eksistensi HK.===
    KOMENTAR: Jangan mendistorsi komentar saya. Coba Bro Kidz kutipkan pernyataan saya yang seperti itu.
    @Yudana
    Pertanyaan Anda terjawab dengan artikel: Kedudukan Lontar dalam Sastra Veda. Ini linknya:
    http://ngarayana.web.ugm.ac.id/2010/08/kedudukan-lontar-dalam-sastra-veda/comment-page-1/#comment-6733

  12. yudana says:
    @Kidz
    Yah itu maksud saya! seakan dipaksakan menggali HK di bali, seperti pembahasan ‘apakah benar siwasidanta di bali?’ kalaau saya tangkap ya itu maksudnya. Orang bali welcome sama HK, kan banyak juga tuh yang ikut dan yah udah pasti akan ngak ingat lagi sama namanya surya, kemulan, dll. Kalau memang ingin bali ke Weda lagi yah mestinya bli ngarayana lebih merubah yang benarbenar tidak sesuai dengan weda, dan itupun secara halus dan perlahan. Bukan langsung merubah keyakinan yang mayoritas Siwaism ke HK. Disini yang nantinya menimbilkan bentrokan karena yah secara prinsipil antara HK dan Siwaism ini memang beertolak belakang…. Dan saya juga bingung sendiri kalo baca BG menurut aslinya, penjelasanya muter muter disitu aja tentang personalitas, materialism dan non materialism, roh agung yang terpisah dengan roh individual, dan akhirnya roh individual akan kembali ke roh agung… dan acuannya juga ke ‘bhagawatam’. Kalau menurut saya HK tidak mengakui trimurti dong? yang ada dwi murti brahma dan siwa sedangkan wisnu adalah yang di atas..
  13. @Yudana
    ====Dan saya juga bingung sendiri kalo baca BG menurut aslinya, penjelasanya muter muter disitu aja tentang personalitas, materialism dan non materialism, roh agung yang terpisah dengan roh individual, dan akhirnya roh individual akan kembali ke roh agung… dan acuannya juga ke ‘bhagawatam’. Kalau menurut saya HK tidak mengakui trimurti dong? yang ada dwi murti brahma dan siwa sedangkan wisnu adalah yang di atas..
    Komentar: Anda sudah mulai paham sebenarnya, perlu diskusi secara lisan untuk mempermantap. Cobalah diskusi dengan teman-teman hare krishna jika bertemu. Atau datang aja ke asram-asram terdekat. Oh iya, Brahma, Vishnu, Siva adalah guna avatara. Di antara ketiganya hanya Vishnu yang Tuhan. Salam

  14. Kidz says:
    @putratridharma
    Eh saya mendistorsi komentar anda? Ok lalu luruskan donk, antara ‘susu murni’ dan ‘susu racun anda’. Bagian mana nya saya mendistorsi.
    lalu saya mau tanya apakah anda jg pemuja siva?
    Salam,-
  15. @ Kidz
    ===Eh saya mendistorsi komentar anda? Ok lalu luruskan donk, antara ‘susu murni’ dan ‘susu racun anda’. Bagian mana nya saya mendistorsi.
    Komentar: Bro yang kutipkan pernyataan saya sebagai bukti.
    ===lalu saya mau tanya apakah anda jg pemuja siva?
    Komentar: Saya mengagungkan nama Siva. Dalam Sandya Arati pun Nama Siva selalu disebut.

  16. Kidz says:
    @putratridharma
    waduh….klo saya kutipkan lagi, malah bikin panjang lebar lagi, nanti ngarayana komplin lg, koment panjang2….. yah coba cek deh, kata2 komentar anda dengan saya sebelum-sebelumnya, ada kok……
    Salam,-

  17. Komang Yohanes says:
    @putratridharma
    @ Kidz
    Kepada kalian berdua, tinggi manakah antara Dewa Siva dengan dewa krisna?
    berikan dengan bukti-bukti ayatnya.
  18. @Komang Yohanes
    ==Kepada kalian berdua, tinggi manakah antara Dewa Siva dengan dewa krisna? berikan dengan bukti-bukti ayatnya.
    Saya luruskan: Tuhan Krishna.
    Membandingkan antara Dewa dengan Tuhan. Nggak perlu saya jawab. Bli Komang sudah tahu.

20 komentar:

  1. Saya seorang muslim & tidak sengaja membaca laman ini kebetulan saya lagi mencari informasi mengenai Upanishad, dan ketemu laman ini. Ada yang menyedihkan bagi saya saat saya mengembara membaca mengamati berbagai keyakinan di dunia. Kenapa banyak sekali yang terpeleset ke tempat yang sama memperdebatkan benar & salah, patut & tak patut, layak & tak layak - ???? Disebagian Pesantren2, di kajian2 Islam, di gereja2 dan lembaga agama dan sekarang di laman ini??? Saya baru belajar membaca & baru belajar memahami kitab suci berbagai agama, mencoba merenungi berbagai aliran & pemikiran - herannya saya hampir selalu bisa menemukan benang merah - yang mengajarkan sesuatu metode /konsep yang membuat manusia mencapai tataran menuju kesempurnaan ilahiah, menuju tahap paripurna dari titik keduniawiannya. Ada banyak keindahan yang saya baca dan liat. -- Namun entah kenapa sebagian besar manusia suka mencari perbedaan & masalah. Bukankah seluruh kehidupan dialam ini selain manusia, termasuk tumbuhan & hewan tidak pernah bertengkar dan berdebat ttg kebenaran, namun hanya berbuat sesuai kodrat alam semesta. Kenapa manausia yang konon katanya makhluk berderajat lebih tinggi sibuk membahas perbedaan dan sibuk mencoba meluruskan manusia lain dengan menyatakan ini benar & itu salah????

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar bro, mnrt gue tidak ada satu agamapun yang bisa tahu tentang tuhan, yg jelas kita percaya sama beliau dan menjauhi larangan2nya karena dengan dunia akan aman, dak usah cari mana yang benar dan mana yang salah, karena keduanya adalah sama.
      ....... salam damai

      Hapus
  2. Om Swastyastu. Setahu saya tidak ada aliran Hare Krshna karena Hare krishna itu sepenggal mantra yg lengkapnya: Hari Krishna Hari Krishna, Krishna Krishna Hari Hari. Hari Rama Hari Rama, Rama Rama Hari Hari. Di India mantra ini diucapkan oleh umat dari berbagai aliran untuk memuja avatara Krishna dan Rama. Avatara lainnya tidak banyak dipuja karena peran mereka lebih banyak pada fisik. Sedangkan Rama dan Krishna mengajarkan filsafat spiritual. Narashinga Avatara dipuja untuk memohon perlindungan (karena wujudnya singha). Mungkin maksudnya ISKCON yg berdiri tahun 1965. Sedangkan Bhagavad gita telah tercantum sebagai kitab suci Hindu dalam Piagam Campuhan tahun 1961
    Mas Ngarayana ini kalau gak salah lulusan IHDN, pasti banyak belajar tentang Hindu fersi Bali. Setidaknya sepanjang kuliah. Sepertinya orang Jawa yg dapat "bisik-bisik" dari umat Hindu dari Jawa tentang pelaksanaan tradisi Hindu. Saat saya kuliah di Malang memang ada teman2 yg tidak suka kalau sembahyang dipimpin oleh pemangku/sulinggih dari Jawa. Sebaliknya saya justru mencari itu untuk memberi semangat pd mereka. Yang di Bali biarlah berevolusi sesuai alam Bali. Yang di luar Bali mari kita gali local geniusnya. Kalau orang Bali tidak mau tradisinya diubah maka orang Bali yg merantau sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Sedih kalau ketika mengaku Hindu langsung ditebak: orang Bali ya? Pingin ngamuk rasanya...emangnya Hindu cuman Bali doang.....

    BalasHapus
  3. Indianisasi: NO!!!!
    Bulenisasi: YES!!!!

    BalasHapus
  4. Apakah tidak suka demgan BALI TENTRAM, ataukah ingin seperti di Irak, suriah,Afganistan, Pakistan, yg tiap hari berperang memperebutkan keyakinan, He he he, semua terserah saudara,

    BalasHapus
  5. Kalau ada agama/kelompok/perorangan yang berusaha menjelekkan agama/kelompok/perorangan lainnya maka bisa dipastikan dialah yang sebenarnya jelek. Bhagawad Gita kan bagian dari epos Mahabharata. Seperti epos lainnya, yang baik-baik diambil..yang jeleknya jangan.
    Kenapa harus memaksakan bagian yang ada dalam epos jadi kitab suci?

    BalasHapus
  6. Coba anda pelajari sejarah HiNDU dari awal kedatangannya baik kesluruh iNdonesia,utamanya keBaLi.dari mana AsaL usulnya? Resi Markhandya,AjiSaka.panca resi,(Mpu GeniJaya,Gana, Semeru,Kuturan,Bharadah).,sebagai leluhur sebelum lahirnya DHangHYANG NiRARTA..adakah anda bisa sebutkan pada jaman terdahulu,para penyebar Agama hindu Mula.yang terlahir diBaLi?ato mereka datang dari Luar BaLi?khususnya iNdia dll..Tahukah anda lahirnya ajaran SiWA,ajaran RUDRA,Bhairawa,Ganapta,Brahma,Krisna,iNdra,BUDHA.dari Mana??..tahukan anda ketika piagam blanjong dll banyak menuliskan tentang warga Calcuta dan bangsa lain datang ke Bali??.tahukah anda ketika Mpu Kuturan yang juga mempelajari BuDHA,mengadakan pertemuan yang terkenal dengan SAmuan tiga,untuk mendamaikan konflik rakyat Bali penganut aliran WiSNU,BRAHMA,GANAPTHA,indra,BUDHA,dan ajaran SiWA sidanta Hingga akhirnya tercipta RoNG tiga?Kalo kita Ribut mengakui sebagai Orang BaLi asLi,saya tertawa huhuhu..bukan haha,karena..sesungguhnya tak ada pemilik sah tanah BaLi ini..karena memang sesungguhnya Bali itu dulunya memang PuLau yang tak berpenghuni,bahkan saya sendiripun ketika tinggal di teuku umar yang sekarang super macet tahun 1990,masih banyak hutan yang terkenal angker.,apalagi ribuan tahun yang lalu!,,nah ketika.ribuan tahun yang lalu,orang berbondong2 tinggal dibali,& menjadi manusia yang hebat, karena keindahan pulaunya menjadi sorotan Dunia,serta ekonomi kita diatas rata2 daerah lain di indonesia,ibarat anak SD klas 1,kita jadi presiden,yang apa kita katakan didengar orang se iNdonesia,lalu kita melupakan dan tak mengakuinya Guru kita di SD karena dia tetap hanya seorang guru SD??..ingat Ketika kita menyebut Nama suci BRAHMA,WiSNU,SHiWA,DHURGA,GANESHA..PAndawa,Kresna,Rama,BUDHA..sesungguhnya harus kita akui itu SEMUA AJARAN dari tanah iNDiA yang menyebar dengan banyak CARA"",iNGAT..AGAMA diciptakan TUHAN,adat budaya,ciptaan manusia..jangan Sampai adat budaya diatas AGAMA..karena yang mengantar kita kealam SWAH adalah Karma kita dengan kendaraan AGAMA,..kita harus maklum jaman ratusan tahun lalu,tehnologi informasi sangat terbatas,dan sekolah tulis aksara juga amat langka &kadang dikuasai kasta2 tertentu,menyebabkan banyak daerah2 di Bali yang akhirnya memunculkan penambahan,dalam upaya melengkapi ketidak tahuan..serta jarak sangat jauh(transportasi)untuk minta petunjuk para pendeta,akhirnya banyaklah tercipta aturan2 dari desa sendiri(desa kala patra)..terciptalah srana bebantenan untuk melengkapi simbol2 ketidak tahuan ato kekurangan informasi spiritual mereka..seperti contoh kelapa dikupas agak berserabut sebagai simbol bumi,karena leluhur kita jaman dahulu tidak tahu wujud bumi yang sesungguhnya(artinya bisa jadi pada akhirnya bila kita sudah bisa fokus(bila mau blajar pasti bisa)maka tehnik semadhi/meditasi seperti apa yang dilakukan penyebar agama hindu pertama di Bali bisa menjadi pemikiran yang utama,tanpa perlu srana bebantenan yang mewakili simbol2,yang sudah dapat kita pikirkan)..ingat,kita jangan slalu mencari pembenar yang mengakibatkan kita berdebat usang,tapi kita lihat sekarang!.dari RATUSAN JUTA penduduk AGAMA HiNDU diindonesia dijaman dahulu..sekarang TERSiSA brapaa??ingat didunia ini dimanapun anda Bertanya pasti jawabannya satu..Kitab suci yang langsung WAHYU dari TUHAN adalah WEDA..bukan yang lainnya..pernahkah kita mempelajarinya??(jujur termasuk saya sendiripun sangat sedikit blajar WEDA,karena bingung di toko buku banyak versi)..lalu apa kita tidak malu kalo ternyata orang2 HiNDU diluar Bali ternyata lebih memahami Weda & ajaran Hindu sesungguhnya dibandingkan kita di Bali,lalu kita ingin menempatkan Bali sebagai ibu Kota AGAMA HiNDU yang notabene ajaran HiNDUNYA banyak berdasarkan Lontar??.contoh lontar kesuma dewa,lontar Sangkulputih dll..Bagaimana kalo mereka yang diluar BaLi juga ternyata mempunyai lontar yang diciptakan oleh leluhur mereka??..mana yang paling benar??!!..YANG TAK TERBANTAHKAN adalah WEDA,satu2nya kitab suci yang Diwahyukan oleh TUHAN..dan WEDA itu diwahyukan disebuah daratan yang sekarang namanya iNDiA!!Suksma

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  7. Indianisasi, seperti HARE KRISNA ini lah SEBAGAI TONGGAK AWAL KEHANCURAN HINDU NUSANTARA. Karena mengajarkan DOKTRINIASASI dan INDIANISASI Hindu Nusantara dengan bentuk CUCI OTAK dan provokasi kepada umat Hindu Nusntara yang beragam dan pluralis.

    Orang yang menulis ini sengaja mencari kasus-kasus kecil dan isu sensitif di Bali untuk di ekspos, karena orang ini tak pernah mengalamni sebagai orang Bali yang terjun langsung menjaga, menyelamatkan Hindu selama beradabad-abad. Orang ini baru lahir kemarin sore dan hanya membaca buku Bhagawadgita yang di REKAYASA ULANG oleh si Prabubada, Raja MLM Keyakinan di Haer Krisna. Yang bertujuan MEREKRUT dan MENDOKTRIN ULANG orang=orang "terorist & misionaris" Hindu seperti yang menulis ini.

    Jangan pernah percaya. Orang ini asli dari Timpag, Selemadeg Tabanan, yang sudah tak respek dengan adat dan jarang aktif di desanya. Persis sama seperti kelas para teroris yang JARANG BERGAUL dan BERSOSIALISASI, karena otaknya sudah terdoktrin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sy malah tertolong bli dg ajaran iskcon, sy msh tetap dlm pilar hindu meski sy d perantauan yg jauh dr kota alias jauh dr peradaban dg byk misionaris gereja bertebaran dan mayoritas muslim, mungkin klo sy berpegang pada adat bali sy sdh bukan hindu lg, jd sy bterimakasih dg ajaran bagavad gita. Jd tolong tengoklah kmi di luar bali ini, jgn hanya memikirkan diri sendiri yg enak berada di bali tanpa terusik sbgai minoritas, kmbali k ajaran dharma jika ingin hindu dan bali tetap tegak di bumi nusantara, jd sy kira uskcon bukan cuci otak k arah buruk tp k arah yg baik, sy mengikuti iskcon tp sy tdk fanatisme berlebih dan tetap pd hindu dharma yg biasa2 saja tp percaya kami teguh pada Tuhan Krisna dan ajaran2 Beliau krn gampang untuk kmi terapkan dimanapun kmi berada meski jauh dr mayoritas kmi dan adat kmi di bali.

      Hapus
    2. Sy malah tertolong bli dg ajaran iskcon, sy msh tetap dlm pilar hindu meski sy d perantauan yg jauh dr kota alias jauh dr peradaban dg byk misionaris gereja bertebaran dan mayoritas muslim, mungkin klo sy berpegang pada adat bali sy sdh bukan hindu lg, jd sy bterimakasih dg ajaran bagavad gita. Jd tolong tengoklah kmi di luar bali ini, jgn hanya memikirkan diri sendiri yg enak berada di bali tanpa terusik sbgai minoritas, kmbali k ajaran dharma jika ingin hindu dan bali tetap tegak di bumi nusantara, jd sy kira uskcon bukan cuci otak k arah buruk tp k arah yg baik, sy mengikuti iskcon tp sy tdk fanatisme berlebih dan tetap pd hindu dharma yg biasa2 saja tp percaya kami teguh pada Tuhan Krisna dan ajaran2 Beliau krn gampang untuk kmi terapkan dimanapun kmi berada meski jauh dr mayoritas kmi dan adat kmi di bali.

      Hapus
  8. Jika boleh jujur, maka kita harus mengakui beberapa kelemahan kita di Bali. Yang pertama bahwa, dari segi kepercayaan, kita memang sudah dijajah oleh India. Hindu itu, datang dari India. Kenapa, karena sebagai orang hindu, tetap kita harus berpegang kepada norma norma hindu tersebut. Tepat jika dikatakan jika budaya Bali masih dalam norma norma dan tidak menyimpang dengan ajaran agama hindu, sehingga bisa kita lihat budaya tetap adalah sarana pendukung agama. Ini brrti kedudukan agama adalah otoritas sedangkan budaya harus mendapat otoritas dari aturan aturan agama.
    Masing masing memiliki kelemahan, ketika kita bicara hindu, maka konteksnya tidak bisa lepas dari India, jeleknya sebagian orang ingin menjadi orang india. Perlu diketahui, India saat ini sudah bukanlah India yang dulu bersama masa keemasannya dan bahasa sanskrit yang meng internasional hingga masuk kedalam bahasa bali. Jadi posisi India yang berpengaruh di zaman dulu, tapi tidak lagi di saat ini. Banyak sekali mendengar cerita mengenai sungai Gangga yang kotor dl sbg. Tentu saja karena seiring zaman, fungsinyapun berubah. Yang masih tetap hidup adalah namanya, yang mengispirasi sebuah kesucian.
    Kelemahan orang Bali sendiri, adalah terlalu fanatis dengan adat kebudayaan, tapi tidak disertai dengan daya pikir yang lebih berkembang. Satu sisi, adalah mungkin untuk menjaga adat dan budaya, mengingat hindu di Bali yang sekarang ada setelah melalui proses yang panjang, terutama peruman di samuantiga. Dimana semua kepercayaan yang berkembang disatukan. Dan lahirlah hindu yang seperti saat ini dan budayanya. Nah, bagaimana kalo keputusan peruman waktu itu adalah lain, tentu saja penampakan hindu saat ini, bukanlah seperti ini. Itu bisa saja. Adalah baik untuk menjaga kebudayaan, tapi jangan terlalu fanatis. Sering kita dikatakan " Jawa" jika peran kita di masyarakat berkenaan dengan adat dan agama kurang. Perlu diingat, bagaimanakah agama itu tercipta, adalah semata mata untuk mengarahkan manusia untuk hidup dalam keadaan yang lebih baik, baik jasmani dan rohani, mengingat characteristic manusia antara satu dengan lainnya adalah satupun tidak sama, dan itu memang diciptakan begitu.
    Pada dasarnya, setiap individu memiliki caranya sendiri. Itu datang dari lubuk hati mereka. Dan itulah Karma mereka. Jadi penghargaan terhadap masing masing individu adalah hal terbaik dalam bagaimana merealisasikan aturan aturan agama.
    Shanti

    BalasHapus
  9. Rahayu,,kalo di perhatikan pemeluk hindu di seluruh dunia, sangatlah beragam tata caranya...tetapi satu tujuannya moksartam jagatdita ya ici darma.komentar atau pernyataan masing masing, menjadi tolak ukur dirinya dalam pemahaman agamanya,agama adalah keyakinan,keyakinan bukan untuk diperdebatkan,tetapi dijalankan,dilakukan.kalo ingin menjadi penceramah rohani,pendeta atau apapun sebutannya secara hindu,ajarkanlah tentang pengamalan dalam hal perbuatan pemikiran dan perkataan, yg berdasarkan etika agama,susila,berbuat karma yg baik,kan enak ya,,klo sudah membicarakan adat istiadat,balinisasi kek,indianisasi kek,arabisasi kek,,pastilah ujungujung nya saling sindir,saling debat ,sama berargumen atas pembenaran dan kebenaran,ya jadinya saling hujat menghujat.menurut hemat saya,marilah kita sama sama merenung ke dalam diri kita,sudahkah kita benar dalam hal menjalankan keyakinan kita masing"???harapan tiang hindu ini kembali berjaya dengan keragaman dan keindahannya masing masing.saling mengerti dan bertoleransi yg sangat tinggi antar sesama.santih akan terasa dari sendiri,setelah itu barulah bervibrasi keluar diri.rahayu!loka samasta sukino bawantu.

    BalasHapus
  10. Rahayu,,kalo di perhatikan pemeluk hindu di seluruh dunia, sangatlah beragam tata caranya...tetapi satu tujuannya moksartam jagatdita ya ici darma.komentar atau pernyataan masing masing, menjadi tolak ukur dirinya dalam pemahaman agamanya,agama adalah keyakinan,keyakinan bukan untuk diperdebatkan,tetapi dijalankan,dilakukan.kalo ingin menjadi penceramah rohani,pendeta atau apapun sebutannya secara hindu,ajarkanlah tentang pengamalan dalam hal perbuatan pemikiran dan perkataan, yg berdasarkan etika agama,susila,berbuat karma yg baik,kan enak ya,,klo sudah membicarakan adat istiadat,balinisasi kek,indianisasi kek,arabisasi kek,,pastilah ujungujung nya saling sindir,saling debat ,sama berargumen atas pembenaran dan kebenaran,ya jadinya saling hujat menghujat.menurut hemat saya,marilah kita sama sama merenung ke dalam diri kita,sudahkah kita benar dalam hal menjalankan keyakinan kita masing"???harapan tiang hindu ini kembali berjaya dengan keragaman dan keindahannya masing masing.saling mengerti dan bertoleransi yg sangat tinggi antar sesama.santih akan terasa dari sendiri,setelah itu barulah bervibrasi keluar diri.rahayu!loka samasta sukino bawantu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bli pikirkan hindu yg d luar bali, jgn hya mmikirkan diri sendiri, kmbalikan semua k ajaran dharma jika anda memang memeluk hindu. Msh ada waktu mmbaca veda dan bhagavad gita nya

      Hapus
  11. Orang Bali biarlah memeluk Hindu dengan kebalikannya.begitupun yg diluar Bali silahkan memeluk Hindu dengan local genius yg ada disana.orang Bali jangan juga memaksakan umat Hindu di luar Bali ikuti adat dan apapun yg berlaku di Bali begitupun sebaliknya.kita sebagai orang Hindu di republik ini adalah minoritas jangan yg sudah kecil di kotak kotakan lagi menjadi makin kecil.buat saya sih saya bangga menjadi umat Hindu.biarlah Hindu di Bromo Hindu di badui di Dayak di Batak di seluruh Indonesia menjalakan dan meyakini Hindu dan berkembang dengan cara dan budaya nya masing masing.tolong masalah ini jangan diperdebatkan lagi.apapun dan dimana pun itu Hindu kita ini semua bersaudar

    BalasHapus
  12. Begini saja.. sebaiknya phdi mulai memikirkan hindu2 yg merantau, jgn sibuk bertengkar, kmi kkurangan guru agama, pmbimbing rohani. Kasian anak2 kmi. Kmi d pelosok butuh guru agama. Dan guru yg berdasar veda bukan versi kedaerahan/ slh satu daerah spt bali, jd saya setuju ajarkan ajaran dharma spt aslinya shg yg di luar bali jg tdk bingung. Tolong warga bali jgn pula egois dg mmbawa adat bali k daerah lain. Kmi perlu menyesuaikan dg adat d tempat kmi berada shg kmi mudah meresapi ajaran dharma ini dimanapun kmi berada. Phdi sekarang ini mnurut sy msh mandek d tempat, kmi yg haus bimbingan dharma tdk terlayani, sibuk berdebat atau sibuk urus diri sendiri dan berpusat d bali dan kota2 besar. Sy setuju dg sikap tdk mmbuat balinisasi, klo perlu kita bikin plurarisasi. Tp bisakah itu tjd? Sy tanya kmbali pd hindu bali yg kuat dg adatnya, apa solusinya jgn hanya bs mmberi ide2 yg msh ngambang

    BalasHapus
  13. Adat dan dharma memang terpisah, tp adat bs d gunakan sbg alat dharma. Adat satu tempat tdk bs d paksakan j tempat lain, tp tetep adat sebaiknya jgn menyimpang jauh dr ajarsn dharma, sekarang yg sy liat di bali byk adat yg masih dan mulai menyimpang dr dharma jd mungkin itu yg perlu diluruskan agar sejalan dg dharma, mungkin jelas2 yg tdk manusiawi, seperti budaya leak dan adat yg memberatkan umat, tolong itu yg musti mulai ditinggalkan. Sy sedih yg ajeg bali dg meng ajeg kan per liak an, lucu dan miris. Selama sy di rantau sy bersyukur berpegang teguh dg bhagavad gita yg setidaknya mmbimbing iman sy msh bpegang teguh pd dharma yg anda bs bayangkan kmi yg jauh dr umat sedharma dan jauh dari bimbingan, jd orang tua ksmi ya hanya Tuhan Krsna yg kmi yakini dan minta perlindungan, sampai saat ini byk keajaiban yg sy percaya itu semua krn memuja Beliau, pura kuil altar ada di hati saya bersama Beliau yg saya rasakan di setiap langkah hidup sy dsn keluarga kecil sy slm d rantau. Sy merasa sllu aman jika ingat Beliau.

    BalasHapus
  14. Bali itu berbeda karena Ular Naga Wasukian ada di Bali.

    Para Maharesi mencarinya ribuan tahun Silam .

    Coba cari tahu tentang kisah Ular Wasuki bersama Raja Manu yg di selamatkan oleh Avatara paling Utama dan Suci yaitu Matsya .
    Matsya = Ikan Agung = BE JI.

    BEJI adalah Bali itu sendiri.

    Salam Rahayu ��

    BalasHapus
  15. Membuat bangunan Pura itu sudah pasti Aturannya .
    Itu prosesi Ngadegang Dewa Bhatara , tak boleh di rubah prosesinya.

    Kalau tak mau ribert yg janganlah Membangun Pura Ngadegan Dewa Bhatara sebagai penetralisir Energi.

    Cukup dalam diri saja ngadeg dan yakini sekalipun di Bali ngadegnya itu bakti tak di batasi ruang dan waktu.

    Salam rahayu .

    BalasHapus