OM SRI SAIRAM

OM SRI SAIRAM........

Rabu, 29 Desember 2010

Tuhan Dalam Tiga Aspek

Dalam perguruan-perguruan Vaishnava dipahami bahwa Upanishad dan Vedantasutra mengajarkan tiga jenis konsep ketuhanan secara lengkap dan sempurna. Zat nyata yang tiada duanya itu (advaya-tattva) diinsafi dalam tiga aspek yang berbeda. Satu aspek melampaui alam semesta, transenden, tidak terbatas, tidak berwujud, dan tidak terpengaruh segala sifat alam. Satu aspek meliputi segalanya, meresapi segenap alam dan segenap kehidupan. Tidak ada sesuatu apapun yang tidak mengandung Diri-Nya. Ini merupakan aspek yang bersifat immanen. Satu aspek lagi adalah yang mengatasi sifat transenden dan immanen-Nya. Suatu aspek yang memungkinkan Parabrahman menjaga kondisi transendensi dan immanensi-Nya, tanpa mengorbankan

  1. keunggulan-Nya (paratva) dibanding segala sesuatu yang diresapi-Nya dalam kondisi immanen
  2. kemudahan dalam mencapai-Nya (vatsalyatva) serta manisnya keintiman dalam berhubungan dengan-Nya (madhuryatva) dalam kondisi transenden. 
Aspek pertama merupakan tujuan para Advaitavadi. Tentu saja tidak mungkin mencapai kondisi ini tanpa menjadi transendental juga. Maka praktisi (sadhaka) yang ingin mencapai kondisi ini harus meyakini bahwa dirinya dan Brahman adalah satu. Pemikiran yang bersifat monistik dan impersonal sangat dibutuhkan untuk mendapatkan keadaan tersebut. Tuhan Personal atau yang berpribadi tidaklah diperlukan bagi mereka karena mereka tidak menginginkan adanya hubungan dua arah, yang tentu saja bersifat dualistik. Adanya bentuk pribadi pasti akan menimbulkan perbedaan antara dua pribadi, lalu bagaimana bisa terjadi kesempurnaan yang menurut mereka adalah persatuan. Menurut pemahaman ini jivatma dalam keadaan terkondisi berada di bawah pengaruh Avidya, sehingga dia menganggap dirinya terpisah dengan Brahman. Atma tidak menyadari bahwa dirinya adalah Brahman. Ketika jivatma menginsafi bahwa dirinya adalah satu dengan Brahman, maka dicapailah pembebasan. Kondisi pembebasan atau moksa seperti ini diistilahkan sebagai Kaivalya-mukti atau Sayujya dengan Brahman yang bersifat impersonal. Keyakinan kevala-advaita-vadi ini menimbulkan konflik antara pernyataan-pernyataan dalam Catur Veda, Upanishad, dan Itihasa-Purana yang membahas kondisi Nirguna dan Saguna. Untuk menegakkan keutamaan Nirguna Brahman atau Nirvisesa Cinmatram ini maka Sankara harus menolak otoritas bagian-bagian Pustaka Veda yang menyatakan sifat-sifat Brahman Berpribadi (seperti Purana dan Itihasa), atau menyatakannya memiliki kedudukan lebih rendah.

Aspek kedua diinsafi oleh para mistikus yogi. Melalui pengalaman meditasi yang sempurna mereka dapat menginsafi kehadiran Brahman yang meresapi segala-galanya. Sekalipun mungkin mereka masih berada dalam tubuh jasmaninya, namun mereka yang telah mencapai kesempurnaan dalam aspek Tuhan ini, mampu mengalami Tuhan seketika itu juga. Mereka sepenuhnya menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan berada di dalam dirinya dan juga di segala yang ada di seluruh alam semesta ini. Pemahaman akan Tuhan yang bersifat pantheistik merupakan pengalaman langsung bagi mereka. Tidak ada yang tidak diresapi oleh Brahman termasuk diri mereka sendiri. Keinsafan ini sangat mirip dengan Kaivalya. Bedanya tentu hanya dapat dirasakan oleh mereka yang mengalaminya. Tetapi secara teori dapat dikatakan dalam kesempurnaan Advaitik dialami bahwa sang diri sesungguhnya adalah Brahman, satu dengan Brahman. Sedangkan dalam keinsafan para yogi meditatif ini, kesempurnaan merupakan ketidakterpisahan diri dengan Brahman. Singkatnya para Advaitin sepenuhnya menerima Abhedatva dan menolak Bhedatva (perbedaan antara atma dengan Brahman), sedangkan para siddha-yogi menerima Bhedatva tetapi menganggap Abhedatva lebih fundamental, lebih bermakna, dan lebih mendominasi.Aspek ketiga diinsafi oleh para Bhagavata. Aspek inilah yang merupakan tujuan tertinggi bagi para Vaishnava, Dvaitavadi, dan Suddha-bhakta. Untuk mencapainya hanyalah ananya-suddha-bhakti, bhakti yang sepenuhnya murni yang menjadi satu-satunya sarana. Bhakti ini berbeda dengan pengertian bhakti yang dianut oleh seorang Advaitavadi. Bagi Advaitavadi bhakti, juga jnana, karma, dan dhyanayoga merupakan sarana mencapai moksa, menunggal dengan Brahman. Bhakti diperlukan pada tahap awal dengan berbagai kegiatan pelayanan, pemujaan, dan penyembahan kepada Saguna Brahman yang tampaknya masih berbeda dengan penyembah-Nya. Sampai penyembah mengembangkan jnana-nya, yaitu menyadari kesatuannya dengan Brahman, maka bhakti ini sudah tidak diperlukan lagi. Bagi Dvaitavadi, bhakti bukanlah sekedar sarana (sadhana) tetapi juga merupakan tujuan tertinggi (sadhya). 

Kebahagiaan yang dirasakan oleh pengikut paham monisme dan pantheisme setelah mencapai kesempurnaan dikenal dengan brahmananda, sukacita dalam persatuan dengan Brahman. Sedangkan kebahagiaan yang dirasakan oleh penganut Dvaita adalah seva-sukha-purnanandaatau premananda, kesukacitaan yang dirasakan dalam pelayanan cintakasihnya kepada Tuhan. Baik dalam tingkat masih terkondisi (baddha), kemudian melaksanakan bhakti-sadhana, sampai mencapai kesempurnaan (siddha), seorang praktisi yang menganut paham Dvaita tetap mempertahankan perbedaannya dengan Tuhan. Bagi Dvaitavadi Tuhan adalah sarvottama, Pribadi Tertinggi yang tiada duanya. Mereka ada yang menerima Abhedatva, tetapi ada pula yang sepenuhnya menolak Abhedatva. Untuk mencapai aspek Tuhan ini Bhedatva adalah sangat fundamental.
Para Bhagavata juga menginsafi dua aspek Tuhan yang lainnya. Mereka memahami adanya Brahman yang tak berwujud. Mereka juga menyadari memiliki sifat-sifat yang sama dengan Brahman, tetapi tetap saja mereka mempertahankan bahwa Brahman berbeda dengan dirinya. Mereka juga memahami bahwa Tuhan sungguh-sungguh meresapi segalanya ini, tetapi tetap saja segalanya ini berbeda dengan Tuhan. Bagi para Dvaitavadi Tuhan tetap adalah sarvottama, Pribadi Tertinggi yang menjadi pusat cintakasihnya dan tujuan pelayanannya. Perbedaan ini, antara Tuhan dengan hamba-Nya adalah kekal. Tanpa adanya perbedaan ini tidak ada cinta, tidak ada prema yang mereka tuju dan tidak ada premananda yang dirasakan. Bagi mereka Aspek Tuhan yang Berpribadi adalah mutlak. Pribadi itu adalah satu-satunya Pribadi Tertinggi yang berbeda dengan segala sesuatu yang ada ini. Pribadi ini kekal, selalu ada. Tidak pernah menjadi ada lalu berhenti ada. Inilah Ekanta, pengabdian yang terpusat pada Satu Pribadi Tunggal. Mungkin ini bisa disebut personal-monotheisme, tetapi Upanishadik atau Vedantik personal-monotheisme. Bagi para Dvaitavadi tidak ada konflik sama-sekali antara pernyataan-pernyataan prasthanatraya Veda-Upanishad (sruti), Vedanta-sutra (nyaya), Gita (smriti), dan Itihasa-Purana. Dengan demikian monotheisme Veda ini berbeda dengan monotheisme agama-agama Abrahamik yang mengabaikan sama sekali dua aspek Tuhan yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar