OM SRI SAIRAM

OM SRI SAIRAM........

Rabu, 29 Desember 2010

Pemujaan Avatara


Kita sering mendengar orang-orang lain bertanya, "Mengapa orang Hindu juga memuja manusia-manusia dalam kisah mitologi? Sekalipun mereka tampak sangat hebat namun masih memiliki kekurangan". Ini pastilah pertanyaan tentang konsep Avatara dan pemujaan-Nya dalam Hindu.

Para bhaktivedanta-bhagavata-acharya menjelaskan bahwa Para-brahman adalah Pribadi Tuhan Yang Maha Esa Sri Bhagavan. Rupa Beliau yang kekal merupakan pujaan dan tujuan tertinggi yang dinyatakan dalam Veda-Vedanta. Bagi para bhakta-Nya, Para-brahman adalah Sri Sri Radha Krishna atau Divya-dampathi Sri Sri Laksmi Narayana atau Sri Sri Sita Rama.

Sri Sri Sita Rama Laksmana Bharata Satrughna dan Hanuman
Walau demikian ketika kita mempelajari Purana dan Itihasa yang menguraikan kegiatan rohani (lila) Tuhan ketika turun ke dunia atau dikenal sebagai Avatara, terkadang kita melihat adanya kekurangan, kelemahan, dan sifat negatif yang dimiliki oleh makhluk fana. Jadi keraguan dalam pertanyaan ini dapat dipahami. Seperti dalam Diri Sri Rama yang diuraikan dalam Srimad Ramayana, kita melihat bahwa Sri Rama meratap sedih ketika ditinggalkan oleh Sita. Beliau juga marah ketika penguasa samudera tidak kunjung menampakkan diri saat Sri Rama memanggilnya. Kebohongan dan penipuan juga mewarnai kisah Sri Krishna. Sehingga timbullah pertanyaan, bila ini sungguh Parabrahman yang hadir di dunia, mengapa ada berbagai kekurangan ini? Ada kalanya pula Tuhan hadir dalam kedudukan yang lebih rendah dari seseorang. Seperti misalnya Vamanadeva menjadi saudara muda dari Indra, Sang Raja Surga yang digulingkan dari tahtanya oleh Maharaja Bali Cakravarthi. Vamana bertindak sebagai bawahan Indra dan membantunya kembali ke surga dengan melakukan suatu muslihat untuk menaklukkan Bali Cakravarthi. Di kemudian hari setelah Bali terusir dan jatuh ke daerah Patala, sebagai balasan atas kerelaannya menyerahkan seluruh dunia kepada Indra, Vamana kemudian menjadi penjaga pintu istana Bali. Bagaimana mungkin Tuhan Yang Mahatinggi bertindak sebagai seorang dewa yang tak penting di bawah kekuasaan Indra, kemudian setelah melakukan kewajiban-Nya terhadap Indra, Beliau pergi ke alam bawah untuk menjadi pelayan dari seorang raja yang jatuh?

Sri Krishna mencuri mentega
Apakah semua cerita Purana ini adalah hanya mitologi, perumpamaan, atau justru hanya dongeng semata? Mungkinkah Sri Rama, Sri Krishna, Sri Vamanadeva, dsb. adalah benar-benar Pribadi Tuhan Yang Maha Esa, Sang Kebenaran Mutlak Tertinggi, Parabrahman? Mengapa orang Hindu memuja pribadi-pribadi yang memiliki kekurangan seperti ini sebagai Tuhan? Kalau pun benar semua adalah Avatara Tuhan, apakah layak kita memuja para Avatara seperti ini? Demikianlah yang mungkin selama ini menjadi pertanyaan bahkan di benak orang-orang Hindu sekalipun. Apalagi kita sudah menjelaskan bahwa sebagai Pribadi Tertinggi, Parabrahman adalah heya-pratyanikatva, bebas dari segala sifat-sifat dan kekurangan makhluk fana.Mengapa Avatara yang dikatakan tiada berbeda dari Tuhan Sendiri bisa memiliki kekurangan? Beberapa sarjana yang tidak mengetahui siddhanta Veda yang benar membuat berbagai pernyataan. Ada yang mengatakan bahwa ketika Parabrahman turun ke dunia, Dia bersentuhan dengan maya (kekuatan khayalan duniawi). Saguna-brahma (Brahman beratribut dan bersifat) yang hadir sebagai Avatara bila Dia turun ke dunia, mendapatkan atribut dan sifat-Nya dari maya. Walaupun di dalamnya adalah Brahman, namun tubuh Avatara adalah tubuh duniawi yang dibentuk oleh maya, sehingga kekuatan ilusi duniawi juga mempengaruhi sang Avatara. Bila Parabrahman mengambil rupa, maka itu merupakan ciptaan maya. Mereka mengatakan bahwa begitu rupa ini tidak dibutuhkan lagi, dengan kata lain tugas atau misi sudah diselesaikan, maka akan kembali lagi menjadi nirguna-brahman. Dengan demikian adalah wajar jika ditemukan adanya kekurangan dalam diri Sri Rama atau Sri Krishna.

Ada pula yang mengatakan bahwa inilah bukti bahwa Tuhanpun tidak luput dari hukum alam yang menyatakan bahwa tiada yang sempurna di dunia ini. Bila Dia masuk ke dalam dunia, maka Dia harus mengikuti hukum alam ini seperti makhluk lainnya. Di antara kedua pernyataan ini, maupun pernyataan serupa yang diajukan oleh mereka, tak satupun diterima oleh para bhaktivedanta-acharya sebagai kebenaran. Bagaimana mungkin Parabrahman yang merupakan sumber segalanya, yang dijelaskan dalam Brahma-sutra, intisari semua Upanishad, sebagai janmadhy-asya-yatah, sumber dan asal-muasal segala keberadaan, menjadi di bawah ciptaan-Nya. Tidakkah maya merupakan kekuatan yang bersumber dari Beliau juga? Orang waras macam apa yang dapat berpikir bahwa Tuhan dapat dikhayalkan oleh maya dan dipengaruhi keduniawian? Ide bahwa Tuhan terpaksa harus mengikuti hukum alam yang diciptakan-Nya adalah pandangan yang tidak sesuai dengan sastra suci, tidak didukung oleh para sadhu, tidak diterima oleh para sad-guru dan acharya, serta tidak mendapat tempat dalam logika yang sehat.

Krishna manifestasi menjadi ribuan Wujud Vishnu yang Berlengan Empat
Dengan mengatakan bahwa rupa Pribadi Tuhan Yang Maha Esa hadir untuk sementara untuk kemudian musnah, juga tidaklah sesuai dengan kata-kata kitab suci, advaitam-acyutam-anadim-ananta-rupam. Wujud-wujud rohani-Nya adalah tiada berbeda satu dengan yang lainnya, tidak pernah tergagalkan atau terusakkan, tiada awal-Nya dan tiada akhir, tak terbatas. Jelas pula disebutkan parama-tattva visuddha-sattvam, Kebenaran Mutlak Tertinggi sepenuhnya berada dalam kebaikan murni.

Lalu bagaimana kita menjelaskan “sifat-sifat negatif” yang ditunjukkan oleh Sri Rama atau Sri Krishna? Kitab suci sangat jelas mengumandangkan bahwa sifat-sifat Tuhan sepenuhnya mutlak bebas dari segala kelemahan dan kekurangan. Walau demikian sewaktu-waktu Kripa-sakti, kekuatan belas kasih-Nya mengatur kenampakan sifat-sifat kelemahan manusiawi ini sehubungan dengan Sri Rama, Krishna, dan sebagainya. Akan tetapi kekuatan dari Kripa-sakti juga membuat kelemahan ini justru bukan menjadi sesuatu yang buruk, sebaliknya sesuatu yang nampak sebagai kekurangan ini menjadi keagungan rohani. Mereka menjadi kemuliaan-kemuliaan rohani yang mewarnai kepribadian Tuhan.

Engkau bukan tertangkap saat mencuri segentong mentega... tapi saat mencuri hatiku...
Sebagai contoh kegiatan mencuri adalah suatu kejahatan yang dikutuk oleh semua kitab suci. Lalu kita melihat bagaimana Krishna mencuri mentega dari banyak rumah dan membohongi begitu banyak orang demi mencapai tujuan-Nya. Orang biasa tidak dapat melihat keindahan dari kegiatan mencuri yang dilakukan Krishna, tetapi dengan cahaya pemahaman siddhanta Veda yang benar kita dapat mengetahuinya. Mereka yang rumahnya kecurian pada saat itu tidaklah merasa sedih atau marah. Mungkin di luar tampak demikian, namun sesungguhnya mereka merasa sangat senang dan bahagia karena Krishna mencuri di tempat mereka. Di sisi lain dengan mencuri Krishna menunjukkan betapa berharganya karya para penyembah-Nya. Beliau menunjukkan penghormatan dan penghargaan yang amat sangat besar terhadap persembahan cinta mereka. “Segala sesuatu yang kalian persiapkan bagi-Ku begitu dipenuhi cinta, begitu menggiurkan bagi-Ku, sehingga Aku tidak tahan untuk mengambilnya, entah kalian siap atau tidak.”

Sifat seperti ini hadir dalam hubungan yang erat dan intim antara Tuhan dengan hamba-Nya. Secara eksternal itu ditunjukkan oleh kekuatan Kripa-sakti-Nya, yang kemudian hadir sebagai sifat bhakta-vatsalya. “Demi kebahagiaan penyembah-Ku, Aku akan lakukan apa saja”. Maka Iccha-sakti (kekuatan mewujudkan segala kehendak-Nya) menjadikan semua ini mungkin. Tuhan adalah sarvamangala, mahasuci dan mahamenyucikan. Bahkan keburukanpun akan menjadi agung bila bersentuhan dengan-Nya. Inilah penjelasan yang dapat diterima oleh sastra, sadhu, dan guru. Tidak pula bertentangan dengan logika yang sehat, karena kita telah menempatkan Tuhan sebagai yang mahamulia, maka uraian ini tidaklah mengurangi kemuliaan Tuhan, justru sifat-sifat negatif yang diperlihatkan-Nya semakin menambah kemuliaan-Nya.

Bagi Yashoda, Tuhan adalah seorang anak yang disayanginya melebihi apapun...
Lalu mengapa Tuhan tidak bersedia turun untuk menerima cinta "Ibu-Nya"
Kripa-sakti-Nya ini yang menjadikan Tuhan bersedia turun sedemikian rendah. Sifat belas kasih agung-Nya yang mengatasi segalanya inilah yang menjadikan Tuhan begitu dekat dengan kita, yang merupakan satu-satunya penghiburan dan sumber pengharapan kita. Dengan Kripa atau Daya-Nya, Beliau menyisihkan keagungan-Nya yang tiada banding (paratva) dan menerima kedudukan serta peran sebagai Pribadi yang lebih mudah didekati. Maharishi Valmiki sangat menikmati dalam memuliakan sifat-sifat Sri Rama dalam berbagai tempat dalam Srimad Ramayana. Namun terlebih-lebih beliau begitu memuliakan sifat saulabhya (mudah didekati) dan sausilya (bebas bergaul dengan siapapun)-Nya. Dengan kemurahan hati-Nya dan belas kasih-Nya Dia telah berkenan menjadi seperti salah satu dari kita dan bergerak dengan bebas di antara kita. Dia berkenan merendahkan Diri-Nya agar kita tidak takut datang kepada-Nya.

Tuhan Pujaanku, DIA datang ke sini untuk memelukku... Aku Hanuman-Nya dan Dia adalah Ramaku
Inilah yang ditekankan Valmiki dalam Srimad Ramayananya. Dalam Ayodhya-kanda Valmiki berkata, anrisamsyam anukrosam … raghavam sobhayantyete sadgunah purusottamam, “Betapa indahnya kemuliaan Sang Pribadi Tertinggi Sri Rama (Raghava), penuh belas kasih dan memahami perasaan orang lain.” Kemahakuasaan-Nya ditutupi oleh belas kasih-Nya yang begitu besar dan tak terbatas kepada para hamba-Nya. Sekali lagi ini demi membuat Diri-Nya lebih mudah didekati dan bergerak secara bebas di tengah-tengah ciptaan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar